Sabtu, 24 April 2021

Kritik dan Esai pada Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki Karya M. Shoim Anwar

Kritik dan Esai pada Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki Karya M. Shoim Anwar


Cerita pendek atau cerpen merupakan sastra yang bergenre fiksi. Cerita pendek sama halnya dengan novel, sama-sama termasuk dalam prosa. Namun, cerita pendek prosa pendek yang berisi tentang kehidupan yang imajinatif. Bahasa yang digunakan padat dan langsung ke inti ceritanya. Sementara, novel merupakan prosa panjang berisi jalan cerita yang menonjolkan watak dan tokoh dalam cerita kehidupan. 
Pada setiap cerita pendek terdapat nilai-nilai moral, agama, sosial, dan ketepatan penggunaan bahasa. Begitu pula, cerita pendek karangan M. Shoim Anwar yang berjudul Sulastri dan Empat Lelaki. Cerita pendek ini beraliran islami dan konflik-konflik yang terjadi cerita pendek disusun dengan apik. Pembaca dapat merasakan kembali ke sejarah islam tentang Nabi Musa yang membelah Laut Merah menggunakan tongkatnya untuk menghancurkan Firaun.
Cerita pendek ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang perempuan yang dilantaran oleh suaminya. Perempuan itu bernama Ismi Sulastri berasal dari Desa Tegal Rejo dekat Bengawan Solo. Sulastri telah berkeluarga suaminya bernama Markam, sedangkan nama anaknya tidak dituliskan. Perempuan itu melarikan diri ke kota Yaman. Sulastri sedang termenung di tepi Pantai Laut Merah. Polisi telah memergoki Sulastri, Sulastri hanya diam. Tiba-tiba datang lelaki raksasa yang disebut dalam cerita pendek itu bernama Firaun. Firaun menginginkan Sulastri untuk menjadi budaknya, namun Sulastri menolak dan berlari sampai bertemu lelaki berpakaian putih untuk meminta pertolongan. Akhir cerita, Sulastri dapat pertolongan dapat menghancurkan Firaun dengan memukul menggunakan tongkat. Firaun berubah menjadi butiran pasir.
Cerita pendek ini mengakat tema tentang ketidakadilan, karena menggambarkan kisah perempuan yang dilantarakan suaminya tidak diberikan nafkah. Suaminya lebih mementingkan pertapaannya dipinggir Bengawan Solo. Bukan hanya itu, cerita pendek ini menunjukan bahwa dunia gaib itu ada.
Nilai ekonomi yang dirasakan pembaca serba kekurangan. Pada paragraf yang mengisahkan Sulastri dan anak-anaknya dilentarakan suaminya Markam. Markam lebih mementingkan dunianya sendiri untuk melakukan pertapaannya di tepian Bengawan Solo. Pembuktian bahwa Sulastri mengalami kekurangan dapat ditegaskan kembali saat bertemu dengan lelaki berpakaian putih.
Nilai moral yang dapat diambil oleh pembaca, yaitu sesusahnya perekonomian Sulastri tidak ingin mencari solusi dengan makhluk halus. Paragraf yang menunjukan bagian dipertengahan cerita. Saat Sulastri termenung di tepian bibir Laut Merah, ada seorang lelaki yang raksasa berkulit gelap menghampirinya untuk menjadikan sebuah budak untuknya. Raksasa itu bernama Firaun. Sulastri berlari dan raksasa itu masih mengerjarnya. Sulastri melihat polisi di pos, polisi itu tidak menghiraukan Sulastri. Sulastri seorang yang menggunakan pakaian putih bernama Musa. Akhirnya, lelaki itu dapat menolong Sulastri.
Kisah cerita pendek ini bagi pembaca tidak merasakan kebosanan, karena pengarang menggunakan bahasa yang sederhana. Walaupun, ada perkataan yang menggunakan bahasa Arab, tidak menjadi penghalang bagi pembaa untuk memahami isi jalan ceritanya. Gaya bahasa yang digunakan dapat menyadarkan pembaca bahwa sesulit apapun kita jangan lari ke suatu yang gelap, seperti makhluk halus. Semua yang kita jalani, kembalikan semua pada yang di atas. 
Cerita pendek ini memiliki keunggulan, yaitu M. Shoim Anwar sangat begitu fasih dalam menyebutkan nama-nama untuk menjadi latar belakang setiap peristiwa baik tempat dan waktu. Penggambaran likak-likuk jalan cerita pengarang mampu membawa pembaca untuk terbawa suasana.
Alur yang digunakan dalam cerita pendek, yaitu alur campuran. Jalan ceritanya tidak monoton dan banyak peristiwa yang mengejutkan. Tokoh dan penokohan dalam cerita pendek ini sangat menonjol pada karakter Sulastri. 

Sabtu, 17 April 2021

Menulis Kritik dan Esai dalam Cerpen "Di Jalan Jabal Al-Kaabah" Karya M. Shoim Anwar

Pada cerpen kali ini masih sama tentang karya miliki M. Shoim Anwar. Cerpen ini, berjudul Di Jalan Jabal Al-Kaabah. Cerpen yang membahas tentang Tuan Amali dan Nyonya Tilah sedang menunaikan ibadah haji. Tuan Amali adalah seorang kepala desa. Desa yang dipimpinnya bermayoritas menjadi pengemis. Bahkan, susah sekali rakyatnya diajak mencari pekerjaan yang layak. Pak Mardho teman kerja yang menjabat menjadi perangkat desa menitip pesan kepadal Tuan Amali agar yang diinginkan cepat terkabulkan. Di Tanah suci, Tuan Amali dan Nyonya Tilah melihat anak kecil mengemis dengan tangan yang buntung. Tuan Amali menjadi iba melihatnya, lalu memberikan uang kepada anak itu. Tuan Amali juga beranggapan jika itu cobaan dari Allah agar selalu menolong orang. Suatu hari, Tuan Amali dan lelaki berkopyah cokelat melihat anak itu dihampiri oleh perempuan bercadar, ternyata anak itu tidak buntung tangan hanya ditekuk dan disuruh oleh perempuan itu. Tuan Amali menjadi bimbang setelah melihat itu. Setiba di jalan, tuan Amali melihat lelaki bersongkok hitam sedag mengulurkan tangan kepadanya. Tuan Amali memberikan uang, tetapi lelaki itu Pak Ditol tetangga desanya.
Pada cerpen tersebut, tokoh utamanya bernama Tuan Amali dan Nyonya Tilah. Tokoh pembantunya, yaitu Pak Mardho, Si Ayu, lelaki berkopyah cokelat, perempuan bercadar, anak yang mengemis, Pak Ditol. Latar cerpen itu, yaitu latar suasananya kesal saat Tuan Amali melihat jika anak yang mengemis itu tidak jujur. Latar tempatnya, yaitu di jalan Jabal Al-Kaabah, terowongan bawah tanah Ibrahim Al-Khalil Road, Masjidil Haram, Hotel Dar Al-Tawhid, dan Al-Hadee Hotel. Latar waktunya, yaitu siang hari, pagi hari, dan sore menjelang malam. Sudut pandang yang digunakann, yaitu orang pertama tunggal (saya), orang kedua tunggal (kamu), orang ketiga tunggal (dia), dan orang ketiga jamak (mereka). 
Pada cerpen ini, ternyata sesuai dengan sesuai dengan kehidupan nyata masih banyak pengemis di kota-kota besar. Pengemis-pengemis terkadang juga melakukan hal yang tidak jujur, agar dikasihani banyak orang. Bahkan, orang-orang besar menyuruh anak kecil untuk melakukan pekerjaan meminta-minta. Seharusnya pemerintah melihat ini menjadi lebih tegas dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Pemerintah sebaiknya juga memberikan lowongan pekerjaan yang layak agar tidak melakukan hal seperti itu. 
Kelebihan dalam cerpen memiliki amanat yang mendalam bagi pembaca. 

Sabtu, 10 April 2021

Mengkritiksi Cerpen "Tahi Lalat" Karya M. Shoim Anwar

https://lakonhidup.com/2017/02/19/tahi-lalat/


Kali ini saya akan mengkritiksi tentang cerpen. Pada cerpen karya M. Shoim Anwar kini yang berjudul "Tahi Lalat". Cerpen ini mengisahkan tentang keberadaan tahi lalat di dada bu Lurah yang menjadi bahan gunjiangan banyak warga. Bahkan, seluk-beluk dunia kepolitikan dan kehidupan pak Lurah pun tak luput dari bahan gunjingan warga. 
Sudut pandang tokoh aku dalam cerpen tersebut menjadi orang pertama sampingan menyimbolkan sebagai pembaca. Isi hati pembaca merasakan terwakilkan oleh adanya tokoh aku dalam cerita. Tahi lalat yang dibicarakan dalam cerpen tersebut ada makna simboliknya, yaitu tanda keberuntungan. Apabila, posisi tahi lalat terletak di dada berarti menandakan seseorang yang bersifat ambisius dan dapat mengharapkan hal-hal besar terjadi dalam hidup.
Kelebihan cerpen ini, membawa si pembaca dapat menikmati kisahnya secara nyata. Seolah-olah, pembaca juga ikut terbawa suasana di dalam cerita tersebut. Kekurangannya dalam cerpen itu, kurang kejelasan dalam tamatnya cerpen, pengarang membuat tamat ceritanya menjadi gantung. Dalam cerpen tersebut sudah jelas ingin mencari bukti keberadaan tahi lalatnya bu Lurah dan siapa orang yang menyatakan tentang tahi lalat itu. Seharusnya, ada lanjutan cerita agar pembaca tidak bertanya-tanya. 

Semoga bermanfaat 😊

Jumat, 02 April 2021

Mengkritiksi Karya Sastra Cerpen "Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup" Karya M. Shoim Anwar

https://m.cnnindonesia.com/hiburan/20180927170516-241-333747/tujuh-karya-sastra-bahasa-lokal-raih-anugerah-rancage-2018


Dalam cerpen tersebut diciptakan oleh pengarang yang berasal dari Jombang. Cerpen yang berjudul Sisik Naga di Jari Gus Usup ditulis pada tahun 2016. Cerpen ini bagi saya sangat menarik dan mampu membuat si pembaca merasakan cerita tersebut seolah menjadi nyata. Cerpen ini mengisahkan seorang tokoh yang berasal dari keluarga pondok yang disegani dan banyak orang hormat kepadanya. Dia sering dipanggil dengan Gus Usup. Gus Usup memiliki empat saudara, yaitu Gus Man, Gus Mak, Gus Roz, dan Gus Zin. Sekian dari saudara-saudaranya yang belum menikah, yaitu Gus Usup. Padahal, umur Gus Usup sudah sangat matang jika membangun rumah tangga. Dalam cerita tersebut, Gus Usup pernah menjalin hubungan dengan wanita. Namun, gagal dinikahi malahan wanita tersebut menikah dengan saudaranya Gus Roz. Gus Usup seorang yang tampan, ramah, dan murah senyum kepada siapapun yang memanggilnya. Pekerjaan Gus Usup menjadi seorang petani sawah dan menanam sayur-sayuran. Guk Mat merupakan sahabat Gus Usup. Di kampung Gus Usup terkenal jago dalam main kartu remi, karena setiap ada hajatan Gus Usup selalu menang. 
Gus Usup memiliki ciri khas, yaitu batu akik yang dipakanya yang berwarna cokelat bermotif sisik naga. Teman-temannya berkata bahwa berkat batu akik yang dipakainya membawa keberuntungan setiap memainkan kartu remi. Bahkan, uang-uang teman Gus Usup habis untuk taruhan bermain kartu remi. 
Simbol dalam cerpen yang menonjol, yaitu batu akik yang dipakai Gus Usup. Batu akik itu berarti benda pelantara dari anugerah-Nya. 

ESAI PERSAMAAN KELIMA CERPEN KARYA M. SHOIM ANWAR

  Karya sastra Indonesia yang menjadi peminat pembaca yang berbentuk tulisan salah satu, yaitu cerpen. Cerpen singkatan dari cerita pendek m...