Sabtu, 22 Mei 2021

Menulis Kritik dan Esai Puisi Widji Thukul

 Puisi Wiji Thukul

 

         PERINGATAN

 

Jika rakyat pergi

 

Ketika penguasa pidato

 

Kita harus hati-hati

 

Barangkali mereka putus asa

 

Kalau rakyat bersembunyi

 

Dan berbisik-bisik

 

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

 

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

 

Bila rakyat berani mengeluh

 

Itu artinya sudah gasat

 

Dan bila omongan penguasa

 

Tidak boleh dibantah

 

Kebenaran pasti terancam

 

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

 

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

 

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

 

Maka hanya ada satu kata: lawan!

 

 

 

                  Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu

Apa guna punya ilmu

 

Kalau hanya untuk mengibuli

 

Apa gunanya banyak baca buku

 

Kalau mulut kau bungkam melulu

 

Di mana-mana moncong senjata

 

Berdiri gagah

 

Kongkalikong


Dengan kaum cukong

 

Di desa-desa

 

Rakyat dipaksa

 

Menjual tanah

 

Tapi, tapi, tapi, tapi

 

Dengan harga murah

 

Apa guna banyak baca buku

 

Kalau mulut kau bungkam melulu

 

Wiji Thukul terlahir di Kabupaten Solo pada tanggal 26 Agustus 1963. Wiji Thukul anak tertua dari tiga bersaudara. Sejak SD sajak-sajak puisi mulai terbentuk dan masuk ke seni teater pada masa SMP. Bukan hanya seorang sastrawan, ia juga seorang aktivis HAM yang sering berurusan dengan demontrasi. Puisi “Peringatan” diciptakan pada tahun 1986 memiliki empat bait setiap bait ada empat baris. Pada puisi “Peringatan” sebagai penyampaian suatu kritikan. Makna dari puisi tersebut adalah seorang yang memiliki kekuasaan yang merampas keadilan di negara ini. Diksi dalam puisi setiap katanya mudah dipahami. Pada kalimat “maka hanya ada satu kata : lawan!” dari kata ini dapat menjelaskan untuk memberontak. Puisi-puisi karyanya menggambarkan bahwa tidak pernah takut kepada penguasa yang merendahkan kaum di negara ini. Ternyata diksi dalam puisi tersebut ada kata dari bahasa Rumania “subversif” yang berarti memberontak kekuasaan.

 

Makna pada puisi Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu berarti seseorang yang memiliki ilmu tidak dapat digunakan dengan baik dan tidak dapat menegakkan suatu kebenaran. Pembuktiannya terdapat pada kalimat

Apa gunanya banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

Puisi tersebut ditunjukan untuk sindirian kepada para orang-orang kaya yang suka menindas rakyat. Pada puisi ini juga menggunakan bahasa Rumania pada kata “cukong”.

Minggu, 16 Mei 2021

Menulis Kritik dan Esai Puisi Idul Fitri Karya Sutardji Calzoum Bachri

Idul Fitri

Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Ka’bah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku
Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana


Sutardji Calzoum Bachri seorang sufi Indonesia. Beliau terlahir di Rengat Riau, 24 Juni 1941. Beliau menjadi cerpenis, eseis, dan budayawan. Banyak kumpulan puisi yang diciptakan. Kali ini, membahas tentang puisinya yang berjudul Idul Fitri pada tahun 1987. Sesuai sekali dengan bulan ini, bulan penuh kesucian dan ampunan. Sebelum lebaran tiba banyak orang yang beragam muslim menunaikan ibadah puasa Ramadhan sampai 30 hari dan disambut dengan hari kemenangan, yaitu Hari Ramadhan. Pada puisi tersebut, menggambarkan tentang proses  jalannya fitrah manusia dari hal yang buruk menjadi hal yang baik. Sebelum menyabut ramadhan tiba, menegakkan shalat malam, shalat wirid, dan puasa. Penuh dengan hikmah dan keikhlasan untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Lebaran telah tiba, disambut dengan shalat id, diselenggarakan di lapangan. 
Penyair membuat puisi ini untuk mengingat pembaca tentang jalan spritual menuju pencerahan untuk membangun kejiwaan diri. Puisi ini sangat mudah dipahami. 

Jumat, 07 Mei 2021

KRITIK DAN ESAI PADA PUISI

 Pada kali mengkritik dan esai pada ketiga puisi milik Mashuri, sebagai berikut :

 

PUISI MASHURI

Puisi 1

 

Hantu Kolam

 

: plung!

 

di gigir kolam

serupa serdadu lari dari perang

tampangku membayangkan rumpang

 

mataku berenang

bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap

koral di dasar yang separuh hitam dan gelap

tak ada kecipak yang bangkitkan getar dada, menapak jejak luka yang sama di medan lama

 

segalangnya angin, serupa musim yang dicerai matahari

aku terkubur sendiri di bawah timbunan rembulan

segalanya tertemali sunyi

mungkin…

 

“plung!”

 

aku pernah mendengar suara itu

tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu yang jatuh

kerna kini kolam tak beriak

aku hanya melihat wajah sendiri, berserak

 

Banyuwangi, 2012-12-03

 

Berdasarkan puisi di atas menggambar tokoh “Aku” dalam suasana tertidur dan bermimpi terdapat pada bait terakhir yang menyatakan bahwa “aku hanya melihat wajah sendiri, berserak”dapat diartikan bahwa tokoh aku sedang melihat dirinya sedang bangun dari tidurnya dalam keadaan berantakan. Mimpinya tokoh aku mulai terputus saat matahari mulai muncul. Suasana dalam puisi ini sedih terdapat pada aku “terkubur sendiri di bawah timbunan rembulan segalanya tertemali sunyi” aku merasa sendiri dan termenung. Sesuai dengan judul yang "Hantu Kolam" hantu merupakan arwah seseorang yang meninggal atau sosok yang tak terlihat. Jika digambarkan bahwa kesendirian yang dialami oleh tokoh aku disamakan dengan sosok hantu atau sosok arwah. Suasana yang dirasakan aku tidak ada yang mengetahuinya. Puisi Hantu Kolam memiliki enam bait. Penggunaan iramanya a-b-a-b. Puisi ini agak sulit dipahami dan seharusnya setiap baris di setiap bait harus menggunakan huruf kapital di setiap awal kata. 

 

 Puisi 2

Hantu Musim

 

aku hanya musim yang dikirim rebah hutan

kenangan – memungut berbuah, dedaunan, juga

unggas – yang pernah mampir di pinggir semi

semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut

pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata

itu tak lebih hanya mengenal kembali peta

lama, yang pernah tergurat berjuta masa

 

bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular

sawah hasratku, yang tergetar oleh percumbuan

yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang

pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu

mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

 

di situ, aku panas, sekaligus dingin

sebagaimana unggas yang pernah kita lihat

di telaga, tetapi bayangannya selalu

mengirimkan warna sayu, kelabu

dan kita selalu ingin mengulang-ulangnya

dengan atau tanpa cerita tentang musim

yang terus berganti…


Magelang, 2012

 Berdasarkan puisi kedua di atas tokoh aku menggambarkan sebagai musim. Jika dalam judulnya kata hantu sebagai pergantian musim. Benar, jika pergantiaan musim ditulis dengan kata hantu, karena saat pergantian tidak dapat terlihat, namun dapat dirasakan. Pembuktiaan terdapat di "di situ, aku panas, sekaligus dingin" karena sangat jelas sekali bahwa tokoh aku sebagai musim yang merasakan musim kemarau dan musim hujan. Suasana setiap baitnya berubah-ubah tergantung pada kisah pergantiaan musim. Pada bait kedua, menggambarkan bahwa  musim hujan sangat berpengaruh pada para petani sawah untuk berladang. Pada puisi kedua ini memiliki tiga bait. Masih sama dengan puisi pertama berirama a-b-a-b. Kekurangnnya sama masih sulit dipahami.


Puisi 3

Hantu Dermaga

 

Mimpi, puisi dan dongeng

Yang terwarta dari pintumu

Memanjang di buritan

Kisah itu tak sekedar mantram

Dalihmu tuk sekedar bersandar bukan gerak lingkar

Ia serupa pendulum

Yang dikulum cenayang

Dermaga

Ia hanya titik imaji

Dari hujan yang berhenti

Serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal

Tertambat di terminal awal

 

Tapi ritusmu bukan jadwal hari ini

Dalam kematian, mungkin kelahiran

Kedua

Segalanya mengambang

Bak hujan yang kembali

Merki pantai

Telah berpindah dan waktu pergi

Menjaring darah kembali

 

Sidoarjo, 2012

Berdasarkan puisi ketiga di atas kata hantu diibaratkan sosok kapal yang berlayar di atas lautan. Suasana yang tergambarkan, yaitu tentang keadaan kapal yang melakukan rutinitasnya di lautan. Kali ini puisi ketiga memiliki dua bait.Masih sama dengan puisi pertama berirama a-b-a-b. Kekurangnnya sama masih sulit dipahami.

DAFTAR PUSTAKA

https://puisikompas.wordpress.com/tag/mashuri/.

Sabtu, 24 April 2021

Kritik dan Esai pada Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki Karya M. Shoim Anwar

Kritik dan Esai pada Cerpen Sulastri dan Empat Lelaki Karya M. Shoim Anwar


Cerita pendek atau cerpen merupakan sastra yang bergenre fiksi. Cerita pendek sama halnya dengan novel, sama-sama termasuk dalam prosa. Namun, cerita pendek prosa pendek yang berisi tentang kehidupan yang imajinatif. Bahasa yang digunakan padat dan langsung ke inti ceritanya. Sementara, novel merupakan prosa panjang berisi jalan cerita yang menonjolkan watak dan tokoh dalam cerita kehidupan. 
Pada setiap cerita pendek terdapat nilai-nilai moral, agama, sosial, dan ketepatan penggunaan bahasa. Begitu pula, cerita pendek karangan M. Shoim Anwar yang berjudul Sulastri dan Empat Lelaki. Cerita pendek ini beraliran islami dan konflik-konflik yang terjadi cerita pendek disusun dengan apik. Pembaca dapat merasakan kembali ke sejarah islam tentang Nabi Musa yang membelah Laut Merah menggunakan tongkatnya untuk menghancurkan Firaun.
Cerita pendek ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang perempuan yang dilantaran oleh suaminya. Perempuan itu bernama Ismi Sulastri berasal dari Desa Tegal Rejo dekat Bengawan Solo. Sulastri telah berkeluarga suaminya bernama Markam, sedangkan nama anaknya tidak dituliskan. Perempuan itu melarikan diri ke kota Yaman. Sulastri sedang termenung di tepi Pantai Laut Merah. Polisi telah memergoki Sulastri, Sulastri hanya diam. Tiba-tiba datang lelaki raksasa yang disebut dalam cerita pendek itu bernama Firaun. Firaun menginginkan Sulastri untuk menjadi budaknya, namun Sulastri menolak dan berlari sampai bertemu lelaki berpakaian putih untuk meminta pertolongan. Akhir cerita, Sulastri dapat pertolongan dapat menghancurkan Firaun dengan memukul menggunakan tongkat. Firaun berubah menjadi butiran pasir.
Cerita pendek ini mengakat tema tentang ketidakadilan, karena menggambarkan kisah perempuan yang dilantarakan suaminya tidak diberikan nafkah. Suaminya lebih mementingkan pertapaannya dipinggir Bengawan Solo. Bukan hanya itu, cerita pendek ini menunjukan bahwa dunia gaib itu ada.
Nilai ekonomi yang dirasakan pembaca serba kekurangan. Pada paragraf yang mengisahkan Sulastri dan anak-anaknya dilentarakan suaminya Markam. Markam lebih mementingkan dunianya sendiri untuk melakukan pertapaannya di tepian Bengawan Solo. Pembuktian bahwa Sulastri mengalami kekurangan dapat ditegaskan kembali saat bertemu dengan lelaki berpakaian putih.
Nilai moral yang dapat diambil oleh pembaca, yaitu sesusahnya perekonomian Sulastri tidak ingin mencari solusi dengan makhluk halus. Paragraf yang menunjukan bagian dipertengahan cerita. Saat Sulastri termenung di tepian bibir Laut Merah, ada seorang lelaki yang raksasa berkulit gelap menghampirinya untuk menjadikan sebuah budak untuknya. Raksasa itu bernama Firaun. Sulastri berlari dan raksasa itu masih mengerjarnya. Sulastri melihat polisi di pos, polisi itu tidak menghiraukan Sulastri. Sulastri seorang yang menggunakan pakaian putih bernama Musa. Akhirnya, lelaki itu dapat menolong Sulastri.
Kisah cerita pendek ini bagi pembaca tidak merasakan kebosanan, karena pengarang menggunakan bahasa yang sederhana. Walaupun, ada perkataan yang menggunakan bahasa Arab, tidak menjadi penghalang bagi pembaa untuk memahami isi jalan ceritanya. Gaya bahasa yang digunakan dapat menyadarkan pembaca bahwa sesulit apapun kita jangan lari ke suatu yang gelap, seperti makhluk halus. Semua yang kita jalani, kembalikan semua pada yang di atas. 
Cerita pendek ini memiliki keunggulan, yaitu M. Shoim Anwar sangat begitu fasih dalam menyebutkan nama-nama untuk menjadi latar belakang setiap peristiwa baik tempat dan waktu. Penggambaran likak-likuk jalan cerita pengarang mampu membawa pembaca untuk terbawa suasana.
Alur yang digunakan dalam cerita pendek, yaitu alur campuran. Jalan ceritanya tidak monoton dan banyak peristiwa yang mengejutkan. Tokoh dan penokohan dalam cerita pendek ini sangat menonjol pada karakter Sulastri. 

Sabtu, 17 April 2021

Menulis Kritik dan Esai dalam Cerpen "Di Jalan Jabal Al-Kaabah" Karya M. Shoim Anwar

Pada cerpen kali ini masih sama tentang karya miliki M. Shoim Anwar. Cerpen ini, berjudul Di Jalan Jabal Al-Kaabah. Cerpen yang membahas tentang Tuan Amali dan Nyonya Tilah sedang menunaikan ibadah haji. Tuan Amali adalah seorang kepala desa. Desa yang dipimpinnya bermayoritas menjadi pengemis. Bahkan, susah sekali rakyatnya diajak mencari pekerjaan yang layak. Pak Mardho teman kerja yang menjabat menjadi perangkat desa menitip pesan kepadal Tuan Amali agar yang diinginkan cepat terkabulkan. Di Tanah suci, Tuan Amali dan Nyonya Tilah melihat anak kecil mengemis dengan tangan yang buntung. Tuan Amali menjadi iba melihatnya, lalu memberikan uang kepada anak itu. Tuan Amali juga beranggapan jika itu cobaan dari Allah agar selalu menolong orang. Suatu hari, Tuan Amali dan lelaki berkopyah cokelat melihat anak itu dihampiri oleh perempuan bercadar, ternyata anak itu tidak buntung tangan hanya ditekuk dan disuruh oleh perempuan itu. Tuan Amali menjadi bimbang setelah melihat itu. Setiba di jalan, tuan Amali melihat lelaki bersongkok hitam sedag mengulurkan tangan kepadanya. Tuan Amali memberikan uang, tetapi lelaki itu Pak Ditol tetangga desanya.
Pada cerpen tersebut, tokoh utamanya bernama Tuan Amali dan Nyonya Tilah. Tokoh pembantunya, yaitu Pak Mardho, Si Ayu, lelaki berkopyah cokelat, perempuan bercadar, anak yang mengemis, Pak Ditol. Latar cerpen itu, yaitu latar suasananya kesal saat Tuan Amali melihat jika anak yang mengemis itu tidak jujur. Latar tempatnya, yaitu di jalan Jabal Al-Kaabah, terowongan bawah tanah Ibrahim Al-Khalil Road, Masjidil Haram, Hotel Dar Al-Tawhid, dan Al-Hadee Hotel. Latar waktunya, yaitu siang hari, pagi hari, dan sore menjelang malam. Sudut pandang yang digunakann, yaitu orang pertama tunggal (saya), orang kedua tunggal (kamu), orang ketiga tunggal (dia), dan orang ketiga jamak (mereka). 
Pada cerpen ini, ternyata sesuai dengan sesuai dengan kehidupan nyata masih banyak pengemis di kota-kota besar. Pengemis-pengemis terkadang juga melakukan hal yang tidak jujur, agar dikasihani banyak orang. Bahkan, orang-orang besar menyuruh anak kecil untuk melakukan pekerjaan meminta-minta. Seharusnya pemerintah melihat ini menjadi lebih tegas dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Pemerintah sebaiknya juga memberikan lowongan pekerjaan yang layak agar tidak melakukan hal seperti itu. 
Kelebihan dalam cerpen memiliki amanat yang mendalam bagi pembaca. 

Sabtu, 10 April 2021

Mengkritiksi Cerpen "Tahi Lalat" Karya M. Shoim Anwar

https://lakonhidup.com/2017/02/19/tahi-lalat/


Kali ini saya akan mengkritiksi tentang cerpen. Pada cerpen karya M. Shoim Anwar kini yang berjudul "Tahi Lalat". Cerpen ini mengisahkan tentang keberadaan tahi lalat di dada bu Lurah yang menjadi bahan gunjiangan banyak warga. Bahkan, seluk-beluk dunia kepolitikan dan kehidupan pak Lurah pun tak luput dari bahan gunjingan warga. 
Sudut pandang tokoh aku dalam cerpen tersebut menjadi orang pertama sampingan menyimbolkan sebagai pembaca. Isi hati pembaca merasakan terwakilkan oleh adanya tokoh aku dalam cerita. Tahi lalat yang dibicarakan dalam cerpen tersebut ada makna simboliknya, yaitu tanda keberuntungan. Apabila, posisi tahi lalat terletak di dada berarti menandakan seseorang yang bersifat ambisius dan dapat mengharapkan hal-hal besar terjadi dalam hidup.
Kelebihan cerpen ini, membawa si pembaca dapat menikmati kisahnya secara nyata. Seolah-olah, pembaca juga ikut terbawa suasana di dalam cerita tersebut. Kekurangannya dalam cerpen itu, kurang kejelasan dalam tamatnya cerpen, pengarang membuat tamat ceritanya menjadi gantung. Dalam cerpen tersebut sudah jelas ingin mencari bukti keberadaan tahi lalatnya bu Lurah dan siapa orang yang menyatakan tentang tahi lalat itu. Seharusnya, ada lanjutan cerita agar pembaca tidak bertanya-tanya. 

Semoga bermanfaat 😊

Jumat, 02 April 2021

Mengkritiksi Karya Sastra Cerpen "Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup" Karya M. Shoim Anwar

https://m.cnnindonesia.com/hiburan/20180927170516-241-333747/tujuh-karya-sastra-bahasa-lokal-raih-anugerah-rancage-2018


Dalam cerpen tersebut diciptakan oleh pengarang yang berasal dari Jombang. Cerpen yang berjudul Sisik Naga di Jari Gus Usup ditulis pada tahun 2016. Cerpen ini bagi saya sangat menarik dan mampu membuat si pembaca merasakan cerita tersebut seolah menjadi nyata. Cerpen ini mengisahkan seorang tokoh yang berasal dari keluarga pondok yang disegani dan banyak orang hormat kepadanya. Dia sering dipanggil dengan Gus Usup. Gus Usup memiliki empat saudara, yaitu Gus Man, Gus Mak, Gus Roz, dan Gus Zin. Sekian dari saudara-saudaranya yang belum menikah, yaitu Gus Usup. Padahal, umur Gus Usup sudah sangat matang jika membangun rumah tangga. Dalam cerita tersebut, Gus Usup pernah menjalin hubungan dengan wanita. Namun, gagal dinikahi malahan wanita tersebut menikah dengan saudaranya Gus Roz. Gus Usup seorang yang tampan, ramah, dan murah senyum kepada siapapun yang memanggilnya. Pekerjaan Gus Usup menjadi seorang petani sawah dan menanam sayur-sayuran. Guk Mat merupakan sahabat Gus Usup. Di kampung Gus Usup terkenal jago dalam main kartu remi, karena setiap ada hajatan Gus Usup selalu menang. 
Gus Usup memiliki ciri khas, yaitu batu akik yang dipakanya yang berwarna cokelat bermotif sisik naga. Teman-temannya berkata bahwa berkat batu akik yang dipakainya membawa keberuntungan setiap memainkan kartu remi. Bahkan, uang-uang teman Gus Usup habis untuk taruhan bermain kartu remi. 
Simbol dalam cerpen yang menonjol, yaitu batu akik yang dipakai Gus Usup. Batu akik itu berarti benda pelantara dari anugerah-Nya. 

ESAI PERSAMAAN KELIMA CERPEN KARYA M. SHOIM ANWAR

  Karya sastra Indonesia yang menjadi peminat pembaca yang berbentuk tulisan salah satu, yaitu cerpen. Cerpen singkatan dari cerita pendek m...